Konstruksi Teknik Sipil

Tindakan-tindakan konstruksi dan teknik sipil

Tindakan-tindakan teknik sipil ada dua tipe. Tindakan-tindakan yang menghasilkan masing-masing struktur yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap bahaya-bahaya, dan tindakan-tindakan yang menciptakan struktur-struktur yang fungsinya terutama sekali untuk perlindungan terhadap bencana-struktur pengendalian banjir, parit-parit, tanggul-tanggul, bendungan-bendungan rembesan, dsb.

Dari tipe pertama terutama adalah aksi-aksi terhadap bangunan dan struktur dan kadang-kadang disebut sebagai fasilitas-fasilitas “pengerasan” terhadap kekuatan-kekuatan bahaya. Memperbaiki rancangan dan konstruksi bangunan-bangunan, struktur-struktur pertanian, infrastruktur dan fasilitas-fasilitas yang lain dapat dicapai dengan sejumlah cara. Standar-standar rancangan, perundang-undangan bangunan dan spesifikasi-spesifikasi pelaksanaan adalah hal-hal yang penting untuk fasilitas-fasilitas yang dirancang oleh para insinyur. Rancangan sipil terhadap berbagai bahaya bisa mencakup rancangan getaran, beban menyamping, tambahan beban, beban angin, dampak, kadar mudah tidaknya barang tersebut terbakar, daya tahan terhadap banjir dan faktor-faktor keselamatan yang lain. Perundang-undangan bangunan adalah baris pertahanan paling depan yang sangat penting untuk bisa mendapat struktur-struktur sipil yang lebih kuat, termasuk bangunan-bangunan pribadi yang besar, bangunan-bangunan sektor swasta, infrastruktur, jaringan-jaringan transportasi dan fasilitas-fasilitas industri.

Perundang-undangan bangunan berbasis daya tahan bencana tidak akan mungkin menghasilkan bangunan-bangunan yang lebih kuat jika para insinyur yang harus melaksanakan perundang-undangan itu tidak menerima pentingnya perundang-undangan itu dan mengesahkan penggunaannya, memahami perundang-undangan dan kriteria rancangan memerlukan undang-undang itu dan jika undang-undang itu tidak secara penuh dilaksanakan oleh yang berwenang lewat pengecekan dan hukuman bagi mereka yang tidak melaksanaka rancangan tersebut. Suatu undang-undang harus sesuai dengan lingkungan yang sudah disiapkan untuk menerima undang-undang itu. Bagian tindakan-tindakan yang perlu untuk mencapai tindakan-tindakan mitigasi “sipil” bisa termasuk meningkatkan pelatihan bagi para insinyur dan para perancang bangunan, manual-manual penerangan untuk mengintepretasikan persyaratan-persyaratan perundang-undangan dan penetapan satu administrasi yang efektif untuk mengecek kepatuhan pelaksanaan undang-undang itu dalam prakteknya: rekrutmen sepuluh insinyur perkotaan untuk menegakkan undang-undang yang sudah ada bisa membawa pengaruh yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas konstruksi di satu kota dari pada hanya mengusulkan standar-standar yang lebih tinggi dalam undang-undang bangunan.

Sejumlah besar bangunan yang mungkin terkena dampak dalam satu bencana dan bangunan-bangunan yang paling rentan terhadap bahaya-bahaya tidak dirancang oleh para insinyur dan tidak akan terpengaruh oleh standar-standar keamanan yang ditetapkan di dalam undang-undang bangunan. Bangunan yang dimaksud adalah rumah-rumah, bengkel-bengkel kerja, kamar-kamar penyimpanan dan bangunan-bangunan pertanian yang dibangun oleh pemiliknya sendiri atau oleh ahli bangunan atau kontraktor-kontraktor bangunan dengan pola mereka sendiri. Di banyak negara bangunan-bangunan non-teknik sipil merupakan persentase besar dari jumlah keseluruhan bangunan. Tindakan-tindakan “teknik sipil” yang diperlukan untuk memperbaiki daya tahan bencana dari struktur-struktur non-teknik sipil mencakup pendidikan para pembangun dalam teknik-teknik konstruksi praktis. Daya tahan rumah-rumah terhadap angin-angin puyuh pada akhirnya tergantung pada seberapa baik lembaran-lembaran atap dipaku, dan kualitas sambungan-sambungan dalam kerangka bangunan dan pondasinya ke dalam tanah. Teknik-teknik pelatihan untuk mengajar para pembangun hal-hal yang praktis dari konstruksi yang tahan bencana sekarang ini sudah dipahami dengan baik dan membentuk bagian dari menu aksi-aksi mitigasi bagi manajer bencana.

Perlu membujuk para pemilik dan warga untuk membangun yang lebih aman, bangunan-bangunan yang lebih tahan terhadap bencana dan untuk membayar biaya tambahan yang timbul untuk membuat pelatihan tukang bangunan menjadi efektif. Kontraktor bangunan bisa memainkan satu peran dalam membujuk kliennya untuk membangun dengan spesifikasi-spesifikasi yang lebih tinggi, tetapi jika hal ini tidak dilaksanakan dengan kesadaran publik tentang resiko bencana dan perlunya perlindungan, kontraktor tidak mungkin memperoleh banyak pelanggan. Sistim-sistim hibah, pinjaman-pinjaman istimewa dan penyediaan materi bangunan juga sudah digunakan sebagai insentif untuk membantu memperbaiki daya tahan bahaya bagi bangunan-bangunan non-teknik sipil. Legalisasi kepemilikan lahan dan pemberian hak-hak perlindungan bagi para penyewa juga mendorong or-ang untuk memperbaiki bangunan mengingat keamanan akan sewa tanah dan masa depan mereka sendiri.

Selain bangunan-bangunan baru, bangunan yang ada juga perlu di “perkeras” terhadap dampak-dampak bahaya masa mendatang. Kerentanan dari bangunan-bangunan yang ada dapat dikurangi sampai pada tingkat tertentu dengan peraturan reguler, biaya menambah kekuatan terhadap satu bangunan yang sudah ada cenderung lebih mahal ( dan mengganggu ) dibanding membuat rancangan bangunan yang baru lebih kuat. Dengan demikian memperkuat tidak mungkin menjadi pilihan ekonomis bagi sebagian besar bangunan; untuk rata-rata bangunan, dengan masa hidup yang hanya sebentar saja ( 10-50 tahun), akan lebih baik mengambil pandangan jangka panjang memperbaiki bangunan, menghancurkan bangunan-bangunan itu dan membangun yang baru di lokasi itu yang sesuai dengan persyaratan-persyaratan keamanan undang-undang bangunan.

Untuk struktur-struktur khusus, fasilitas-fasilitas kritis atau bangunan-bangunan historis dengan masa hidup yang diharapkan jauh lebih lama, teknik-teknik penguatan retrofit sekarang sudah mantap dan sebagian besar keahlian itu telah dikembangkan dalam bidang ini, meskipun hal ini biasanya terlalu mahal untuk bisa memberi manfaat di dalam proyek-proyek pembangunan.

Teknik sipil dari pengendalian banjir skala besar dan pembuatan cadangan air adalah hal yang kompleks, berlarut-larut dan membutuhkan banyak modal; dan konstruksi-konstruksinya sering kali mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang merugikan bagi mereka yang ditargetkan untuk dilindungi. Sebagai contoh sebagian orang mungkin dipaksa meninggalkan lahan mereka, pola-pola penggunaan tanah mungkin berubah dan pengaruh-pengaruh yang merugikan bisa saja terasa. Pengalaman menunjukkan bahwa tindakan-tindakan pengendalian banjir skala kecil yang dapat dikelola oleh organisasi-organisasi berbasis masyarakat dapat efektif dalam mitigasi resiko sementara secara bersamaan mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang lain. Mereka cenderung menggunakan material lokal, tenaga kerja dan sumber-sumber daya manajemen untuk bertumpu pada pengetahuan mitigasi tradisional dan bukan menggantikannya, dan untuk memperkuat kemandirian masyarakat itu sendiri dari pada menghancurkannya. Tindakan-tindakan seperti itu bisa memainkan peran yang penting terhadap mitigasi bencana di dalam pertanian terpadu atau proyek-proyek pembangunan pedesaan.

Tindakan-tindakan perencanaan fisik

Banyak bahaya bersifat lokal dengan kemungkinan pengaruhnya yang terbatas pada daerah-daerah tertentu yang sudah diketahui: Banjir-banjir mempengaruhi dataran banjir, tanah longsor mempengaruhi lereng-lereng terjal yang lembek tanahnya, dll. Pengaruh-pengaruh itu dapat banyak dikurangi jika memungkinkan untuk menghindarkan penggunaan daerah-daerah bahaya untuk tempat-tempat hunian atau sebagai lokasi-lokasi struktur-struktur yang penting. Kebanyakan rencana induk untuk perkotaan yang melibatkan zona penggunaan lahan mungkin sudah mencoba untuk memisahkan aktivitas-aktivitas industri yang berbahaya dari pusat-pusat populasi yang besar. Perencanaan perkotaan perlu memadukan kesadaran akan bahaya-bahaya alam dan mitigasi resiko bencana ke dalam proses-proses normal dari perencanaan pembangunan dari satu kota.

Lokasi fasilitas-fasilitas sektor umum lebih mudah untuk dikendalikan dibanding dengan lokasi sektor swasta atau penggunaan lahan. Penempatan yang hati-hati dari fasilitas-fasilitas sektor umum dapat dengan sendirinya memainkan satu peran yang penting dalam mengurangi kerentanan dari tempat hunian-sekolah-sekolah, rumah sakit-rumah sakit, fasilitas-fasilitas emergensi dan elemen-elemen infrastruktur besar seperti stasiun-stasiun pemompaan air, pengubah-pengubah tenaga listrik dan pertukaran informasi lewat telepon mewakili satu bagian penting dari berfungsinya satu kota. Satu prinsip yang penting adalah dekonsentrasi dari elemen-elemen yang berresiko: pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh satu fasilitas pusat selalu lebih berresiko dibanding dengan pelayanan yang diberikan oleh fasilitas-fasilitas yang lebih kecil. Runtuhnya stasiun telepon pusat pada gempa bumi Mexico City pada tahun 1985 memutuskan jalur komunikasi di kota itu secara total. Dalam pembangunannya kembali, stasiun telepon pusat digantikan dengan sejumlah sistim telepon yang kurang rentan. Prinsip yang sama berlaku secara sama terhadap rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah, sebagai contoh seperti yang terjadi dengan stasiun-stasiun tenaga listrik dan pabrik-pabrik perawatan air.

Prinsip dekonsentrasi juga berlaku untuk kepadatan penduduk di kota besar: satu konsentrasi orang yang semakin padat akan selalu mempunyai potensi yang lebih besar terkena bencana dibandingkan apabila penduduk itu semakin tersebar. Dimana kepadatan-kepadatan bangunan dapat dikendalikan, rencana induk perkotaan harus bisa merefleksikan distribusi ruang dari tingkat-tingkat bahaya dalam zonanya untuk kepadatan-kepadatan pembangunan yang diijinkan. Pengendalian tidak langsung terhadap kepadatan kadang-kadang mungkin dilakukan lewat metode-metode yang lebih sederhana seperti penggunaan jalan-jalan yang lebar, batasan-batasan ketinggian dan tata letak jalan yang membatasi ukuran tempat-tempat yang tersedia untuk pembangunan. Penciptaan lahan-lahan untuk taman mengurangi kepadatan perkotaan, dan juga memberikan ruangan di kota, tumbuh-tumbuhan, memungkinkan drainase untuk bisa mengurangi resiko banjir, menyediakan daerah-daerah penampungan untuk penduduk pada saat terjadi kebakaran di kota dan bisa memberikan ruangan untuk fasilitas-fasilitas emergensi pada saat terjadi satu bencana.

Pada tingkat regional, konsentrasi pertumbuhan penduduk dan pembangunan industri di satu kota yang tersentralisir biasanya kurang diminati dibanding dengan pola desentralisir dari kota-kota sekunder, pusat-pusat satelit dan penyebaran pembangunan ke satu daerah yang lebih luas.

Rancangan jaringan jalan, jaringan pelayanan pipa, dan kabel-kabel juga perlu perencanaan yang hati-hati untuk mengurangi resiko kegagalan. Jalur suplai yang panjang akan berresiko jika jalur tersebut terpotong dititik manapun. Jaringan-jaringan yang saling menghubungkan dan memberikan lebih dari satu jalur menuju ke titik manapun lebih sedikit kerentanannya terhadap kegagalan-kegagalan lokal asalkan bagian-bagian masing-masing dapat diisolasi jika perlu. Akses kendaraan menuju titik khusus kecil kemungkinannya untuk terpotong oleh penutupan jalan di dalam sistim jalan melingkar dibanding dengan sistim jalan jari-jari lingkaran.

Para perencana kota juga bisa mengurangi resiko-resiko dengan mengubah penggunaan bangunan yang rentan yang sedang digunakan untuk tujuan penting. Satu sekolah yang berada pada bangunan yang lemah dapat dipindahkan ke bangunan yang lebih kuat dan bangunan yang lemah tersebut digunakan untuk fungsi yang kurang penting, seperti gudang.

Lokasi fasilitas-fasilitas sektor umum lebih mudah dikendalikan dibanding dengan fasilitas-fasilitas pada sektor swasta. Di banyak kota yang berkembang dengan cepat, penggendalian penggunaan lahan sektor swasta lewat perencanaan induk dan ijin-ijin pembangunan hampir tidak mungkin. Sering kali penggunaan lahan sektor swasta, sektor-sektor informal dan kota-kota kumuh yang merupakan resiko-resiko bencana yang paling tinggi. Dataran-dataran banjir dan lereng-lereng yang curam sering kali merupakan lahan-lahan marjinal yang tersedia bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan merupakan kelompok-kelompok sosial yang paling rentan. Tekanan-tekanan ekonomi yang mendorong kelompok-kelompok ini, pertama ke kota untuk mencari kerja dan peluang-peluang, dan kedua ke lahan-lahan marjinal untuk bisa hidup, perlu dipahami secara penuh dalam konteks untuk mengurangi resiko mereka. Larangan atau tindakan-tindakan untuk mengeluarkan para penghuni dari daerah-daerah berbahaya kemungkinan tidak berhasil untuk jangka panjang jika latar belakang masalah itu tidak pernah disentuh sama sekali. Beberapa tindakan tidak langsung mungkin saja bisa efektif, seperti menyediakan lahan yang lebih aman, atau membuat lokasi alternatif yang lebih menarik. Hal ini bisa dilakukan lewat penyediaan sumber-sumber pendapatan yang lebih baik, akses terhadap transportasi umum dan penyediaan pelayanan yang lebih baik. Menghambat pembangunan lebih jauh di daerah-daerah yang tidak dihuni dengan menyatakan daerah-daerah tersebut secara jelas sebagai zona-zona bahaya, menolak memberikan pelayanan, mengurangi akses dan membatasi tersedianya bahan-bahan bangunan mungkin juga bisa efektif. Akhirnya, bagaimanapun juga, hanya jika komunitas setempat mengetahui tingkat bahaya yang sebenarnya dan menerima bahwa resiko itu lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya bagi mereka dengan bertempat tinggal di daerah-daerah itu sehingga mereka akan menempatkan diri mereka sendiri di tempat lain atau melindungi diri mereka sendiri dengan cara-cara lain.

 

Sumber : Program Pelatihan Manajemen Bencanakarya dari  A.W. Coburn, R.J.S. Spence, A. Pomonis ; Cambridge Architectural Research Limited, The Oast House, Malting Lane, Cambridge, United Kingdom, 1994