Mitigasi Pasif

Tindakan-tindakan mitigasi pasif

Otoritas-otoritas mencegah aksi-aksi yang tidak dikehendaki lewat pengendalian-pengendalian dan hukuman-hukuman dengan cara :

  1. Persyaratan yang sesuai dengan undang-undang perancangan
  2. Pengontrolan kepatuhan dari kontrol-kontrol di lapangan
  3. Memaksakan tindakan hukum, denda, perintah-perintah penutupan terhadap para pelanggar
  4. Pengendalian penggunaan lahan
  5. Penolakan dari sarana-sarana dan infrastruktur terhadap daerah-daerah di mana pembangunan tidak diperbolehkan
  6. Asuransi wajib

Persyaratan-persyaratan dari sistim-sistim pengendalian pasif

  1. Satu sistim pengendalian yang dapat dilaksanakan
  2. Penerimaan oleh masyarakat yang terkena bencana tentang tujuan-tujuan dan otoritas menerapkan pengendalian
  3. Kemampuan ekonomi dari masyarakat yang tertimpa bencana untuk mematuhi peraturan-peraturan.

Standar-standar keamanan, undang-undang konstruksi dan peraturan-peraturan bangunan membentuk bagian sarana normal yang digunakan pemerintah untuk membantu satu masyarakat melindungi dirinya sendiri. Salah satu tindakan-tindakan yang paling sederhana untuk dilakukan oleh otoritas nasional adalah meluluskan perundang-undangan untuk peraturan bangunan nasional yang memerlukan bangunan -bangunan baru dan infrastruktur yang tahan terhadap berbagai bahaya yang nyata di negara itu.Sebagian dari 40 negara rawan gempa baru-baru ini mempunyai undang-undang bangunan seismik untuk konstruksi baru. Akan tetapi, undang-undang saja kemungkinan hanya mempunyai pengaruh yang kecil saja jika para perancang bangunan tidak sadar akan undang-undang tersebut dan memahaminya, dan jika komunitas tidak mempertimbangkan undang-undang tersebut memang diperlukan, dan jika mereka tidak dipaksa oleh para pelaksana yang benar-benar kompeten.

Keberagaman dari bahaya-bahaya dan cara-cara yang berbeda-beda untuk mengurangi pengaruh-pengaruh bahaya-bahaya yang bermacam-macam terhadap elemen-elemen yang beresiko lebih jauh lagi dipersulit oleh tipe kekuasaan-kekuasaan masyarakat dan budget-budget yang tersedia pada para pembuat keputusan. Tidak ada solusi yang baku terhadap mitigasi resiko bencana. Konstruksi dari proyek rekayasa berskala besar di Jepang dan negara-negara berpenghasilan tinggi lainnya untuk bisa memberikan perlindungan terhadap banjir dan aliran puing-puing gunung berapi, tidak memadai untuk melakukan mitigasi bahaya-bahaya yang sama di negara-negara berkembang. Penegakan peraturan-peraturan perencanaan kota, dan apa yang dipertimbangkan sebagai satu tingkat yang dapat diterima oleh campur tangan dari otoritas tentang hak individu untuk membangun, sangat banyak berbeda dari satu negara ke negara lain, penegakan itu berbeda-beda dari situasi pedesaan ke situasi perkotaan dan dari satu komunitas dan budaya ke budaya yang berikutnya.

Pelarangan pembangunan rumah-rumah pada lereng -lereng yang berbahaya mungkin kelihatan masuk akal akan tetapi tidak dapat dilaksanakan di kota-kota di mana tekanan-tekanan ekonomi untuk melokalisir lokasi-lokasi seperti itu melampaui masalah-masalah ketidaksahan. Hak dari insinyur perkotaan untuk menginspeksi daya tahan gempa dari satu bangunan yang sedang dibangun mungkin bisa diterima di kota-kota besar dari satu negara akan tetapi akan ditolak di desa-desa yang lebih terpencil dari propinsi yang sama.

Sumber : Program Pelatihan Manajemen Bencanakarya dari  A.W. Coburn, R.J.S. Spence, A. Pomonis ; Cambridge Architectural Research Limited, The Oast House, Malting Lane, Cambridge, United Kingdom, 1994